Selasa, 10 Juni 2014

Operasi Intelijen Yahudi ke Jantung Mukminin



Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka bersama sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang mu'min) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjah kalian di hadapan Rabb kalian; tidakkah kalian mengerti?" (QS. 2/Al-Baqarah : 76)

Ibnu Katsir mengatakan :
Dan demikianlah Ar-Rabi’ bin Anas, Qatadah dan tidak hanya satu dari kalangan salaf dan khalaf sehingga Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahab : bahwa Rasulullah bersabda : 

“Sungguh jangan ada yang masuk ke kita di jantung kota Madinah kecuali adalah orang-orang beriman”

Maka pemimpin-pemimpin orang-orang kafir dan munafik (pemimpin salah satu suku Yahudi, Ka’ab bin Al-Asyraf  dan tokoh-tokoh seperti dia) mengomando :
Pergilah kalian dan sadaplah berita tentang siapa saja yang beriman kepada Muhammad. Dan katakanlah kepada mereka : ‘Kami beriman’, dan kafirlah kalian begitu kalian kebali !”

Maka adalah dari mereka itu ada yang datang ke pusat kota Madinah pada pagi hari dan kembali kepada pemimpin-pemimpin mereka pada waktu ‘ashr (sore hari).

Dan itulah yang kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa mewahyukan pada Rasulullah :
 
Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu'min) kembali (kepada kekafiran). (QS.3/Aali‘Imraan : 72)

Operasi intelijen orang-orang Yahudi yang kafir dan munafik itu dilarang Allah karena mereka melakukan misi mata-mata itu disasarkan kepada orang-orang beriman.

Allah Subhaanhu wa Ta’aalaa berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kalian menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS.49/Al-Hujuraat : 12)

Rasulullah melarang perbuatan terhadap orang-orang beriman itu siapapun yang melakukannya.
 
Yahya bin Bukair menceritakan kepada kami dari Al-Laits dari Ja’far bin Rabi’ah dari Al-A’raj, ia berkata : Abu Hurairah berkata dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda : Jaga diri kalian dari prasangka, sesungguhnya prasangka itu sedusta-dustanya yang diberitakan. Janganlah kalian (saling) memata-matai (menyelidiki rahasia) Janganlah kalian (saling) mendengar-dengar perkara. Janganlah kalian saling membenci. Dan jadilah kalian bersaudara. Dan janganlah laki-laki mengkhithbah (melamar wanita) yang dikhithbah (dilamar) oleh sudaranya (seiman) sehingga (jelas) saudaranya itu menikahi atau meninggalkan (tidak menikahi). (HR. Bukhary)

Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami dari Abdul Aziz yaitu Ibnu Muhammad dari Al-‘Alaa’ dari Bapaknya dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam  bersabda : Janganlah kalian memutuskan hubungan, janganlah kalian saling membelakangi, janganlah kalian saling mendengar-dengar perkara,. Janganlah sebagian kalian membeli (apa) yang dibeli oleh sebagian lainnya. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.(HR. Muslim).

Itulah kemudian yang difirmankan Allah :
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? (QS. 2/Al-Baqarah : 77)

Apa yang mereka sembunyikan adalah termasuk :
Pertama : Bahwa Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya telah mereka ketahui akan kenabian dan kerasulan Muhammd shallallaahu ‘alaihi wa sallam sejak sebelumnya,  yaitu mereka mengetahuinya disebut dalam Taurat dan Injil.
Kedua : Sikap mereka yang sebenarnya mereka ingkar, tidak mengimani Muhammad shallallaahu ‘alaiohi wa sallam

Larangan Allah dan Rasul-Nya ini khas jika yang dijadikan sasaran itu adalah jantungnya orang-orang beriman, tak sekedar muslim yang boleh jadi ihwalnya lebih dekat dikategorikan kepada iman di pagi hari, kafir di sore hari.
Demikian itu oleh karena kenyataannya di muka bumi ini adanya adal;ah Al-Qur’an dan sunnah kenabian Rasul Allah yang diberikan pembelaan dan perjuangannya dan difihak adalah missi Yahudi. Sehingga cukup dilihat siapa yang dijadikan sasaran operasi intelijen itu. Jika yang dijadiakan sasaran itu orang-orang beriman maka siapapun pelakunya yang menjalankan operasi atau praktek itu pastinya dilarang oleh Allah Subhaanhu wa Ta’aalaa dan Rasul-Nya, dilaknat.

Adapaun missi itu dijalankan terhadap orang yang tidak beriman, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Dari Ahmad bin Mani’ dan Nashr bin ‘Ali, keduanya berkata : Sufyan bin ‘Uyainah menceritakan kepada kami dari ‘Amr bin Dinar mendengar Jabir bin Abdullah berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Peperangan itu adalah tipu muslihat (HR. At-Tirmidzy)

Pada bulan Syawwal tahun ke-5 Hijriyah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempercayakan kepada Nu’aim bin Mas’ud satu tugas yang hanya dia bisa melaksanakannya yaitu mengingatkan kepada suku Quraisy, suku Ghathafan dan Yahudi Bani Quraidhah yang bersekutu perang melawan Rasulullah dan umat Mu’minin, kemudian ketiga kekuatan sekutu itu masing-masing kembali kepada kepentingan sendiri tidak ada kekuatan bersekutu lagi. Ini adalah missi intelijen kenabian melawan operasi intelijen Yahudi kafir.

Berlakunya missi intelijen orang beriman itu dalam criteria :
Pertama : Orang-orang beriman yang ada dalam satu ikatan ShahifahNabawiyah
Kedua : Orang-orang beriman yang terpimpin kenabian atau diatas jejak kenabian
Ketiga : Orang-orang beriman berpegang pada kitab-kitab Allah diatas jejak sunnah kenabian Rasulullah.
Keempat : Tidak terikat dalam kelompok ‘ashabiyah.

Rabu, 04 Juni 2014

Trisakti Bung Karno dan Islam

Tulisan Daniel Mohammad. Rosyid
Jawa Pos, 02 Juni 2014 03:50 WIB 
 

DONNY Gahral Adian dari UI dalam opini salah satu harian nasional baru-baru ini mengatakan bahwa platform capres seharusnya ideologis. Donny juga menilai tulisan Jokowi di harian tersebut, juga tentang platform revolusi mental yang berbasis Trisakti Bung Karno, cukup ideologis. Artikel itu menantang, di tengah berakhirnya perdebatan ideologis ”Islam yes, negara Islam no” almarhum Cak Nur, apakah mungkin Trisakti Bung Karno dapat diwujudkan tanpa Islam? Apakah mungkin kemandirian ekonomi dicapai dengan sistem riba? Apakah kedaulatan politik bisa direbut tanpa khilafah? Lalu, apakah berkepribadian dalam budaya dapat dibangun tanpa syariah? Dan, apakah kita masih bisa menggunakan model pembangunan yang terobsesi dengan pertumbuhan tanpa menabrak prinsip halaalan thayyiban?
Islam, yang sering dipahami sebagai agama yang sempit secara sekuler, yang mengurus kehidupan setelah mati, sesungguhnya adalah platform kehidupan sebelum mati bersama buat siapa pun yang menginginkan Pancasila-Trisakti terwujud secara berkelanjutan di bumi yang fana ini. Banyak orang mengaku muslim, tapi menolak cara nonriba dalam kehidupan keuangannya. Sementara itu, haji bernilai puluhan triliun rupiah per tahun hanya sebuah wisata spiritual pribadi tanpa implikasi politik global yang bermakna. Padahal, haji Muhammad Rasulullah yang dilakukannya hanya sekali sebelum wafatnya diakhiri dengan pidato politik tentang hak asasi manusia, perlindungan pada harta dan perempuan, serta kehidupan bebas riba dalam sebuah sesi yang berformat kongres. Pidato politik semacam itu oleh amirulhaj tidak pernah ada lagi. Lalu, zakat hanya dipahami paling serius sebagai pengganti pajak. Tantangan ini saya ajukan terutama kepada capres yang banyak menggunakan simbol Islam untuk mendongkrak elektabilitas. Ini saya anggap penting, kecuali jika wacana platform Pilpres 2014 ini hanya lip service untuk membungkus sindikat perebutan kekuasaan dan bagi-bagi kursi serta uang recehan.
Di dunia yang sudah semakin interconnected ini, kita hampir tidak mungkin menyelesaikan persoalan domestik tanpa memperhatikan implikasi-implikasi beyond nation-state kita. Internet dengan kekhalifahan Google sedang mengubah semua permainan. Pemanasan global dan perubahan iklim menuntut pendekatan multilateral lintas negara. Masyarakat Ekonomi Eropa, lalu ASEAN, APEC, dan terutama PBB, juga World Bank dan IMF adalah bukti bahwa kita membutuhkan kerja sama dalam sebuah format kekhalifahan tertentu.
Saat pusat ekonomi dunia bergeser ke Asia yang dipimpin Tiongkok, kekhalifahan Amerika Serikat yang sedang surut dan akan segera diganti mungkin oleh Tiongkok sebagai kekhalifahan baru. Fareed Zakaria menggambarkannya dalam The Post-American World. Konflik mutakhir di Laut China Selatan menunjukkan bahwa AS tidak bisa menerima kehadiran Tiongkok sebagai kekuatan setara. Di Indonesia, hanya Hizbut Tahrir yang konsisten menyerukan khilafah. Banyak orang mengambil sikap apriori pada konsep khilafah. Padahal, khilafah adalah konsep yang sedang diperjuangkan banyak negara nonmuslim. Gereja Katolik yang diimami Paus Fransiskus saat ini adalah sebuah khilafah. Khilafah Islam memiliki ciri tersendiri, salah satunya yang terpenting adalah memperlakukan semua warganya secara adil di depan hukum.
Sudah semakin jelas bahwa sistem keuangan global berbasis riba di bawah kekhalifahan kapitalisme AS itu gagal membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Bahkan gagal bagi masyarakat di negara penyokong sistem tersebut yang menyebut dirinya sebagai negara maju: Eropa dan Amerika Utara. Sistem itu mengandalkan pertumbuhan tak terbatas yang mengantarkannya pada berbagai rekayasa keuangan, yang kemudian hanya melahirkan ekonomi semu berbasis utang di atas penderitaan negara-negara dan rakyat miskin. Siapa pun penganut sistem riba dan keharusannya untuk tumbuh terus tanpa batas harus mengembangkan PLT nuklir dan selanjutnya menjajah negara lain. Abad ke-20 hingga awal abad ke-21 diwarnai oleh dua perang dunia serta invasi AS ke Afghanistan dan Iraq yang dipicu nafsu untuk menguasai sumber daya alam, terutama energi, juga memperluas lebensraum.
Perlu disadari bahwa capaian materialistis negara-negara ”maju” itu dimungkinkan oleh ketersediaan pembangkit listrik tenaga nuklir. Bahkan, produksi sel surya hanya menarik jika energi yang digunakan berasal dari PLTN. Ketergantungan negara-negara maju pada nuklir adalah fakta yang ditutup-tutupi. Prestasi mereka tidak disebabkan keunggulan genetis dan demokrasinya, melainkan ketersediaan energi nuklir. Jepang adalah contoh negara yang bergantung pada nuklir saat gubernur Tokyo yang baru terpilih adalah yang pro pembukaan kembali PLTN Fukushima yang telah hancur diterjang tsunami beberapa tahun silam.
Sistem keuangan global ribawi adalah tantangan pertama kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi kita. Arsitektur dan SOP sistem keuangan kita praktis menjiplak arsitektur sistem keuangan negara-negara yang disebut maju tersebut. Itu saja sudah menandakan ketidakberdaulatan kita secara politik saat kita harus tunduk pada politik keuangan global yang ribawi tersebut. Sistem riba yang mengandaikan pertumbuhan tinggi akan secara lambat namun pasti memindahkan nilai tambah dari sektor primer ke sektor industri, lalu ke sektor jasa, dan akhirnya ke sektor keuangan. Bank besar adalah satu-satunya unit bisnis yang tidak bisa rugi karena akan mudah menimbulkan kegagalan sistemik dan oleh karena itu harus ditalangi. Itu keanehan utama dalam sistem ekonomi ribawi tersebut. Beberapa ahli keuangan tahu persis kelemahan sistem tersebut sehingga dimanfaatkan untuk kejahatan kerah putih bernilai triliunan rupiah.
Sistem keuangan ribawi itu mengandaikan model pembangunan yang terobsesi pada pertumbuhan tinggi. Bukti sudah menumpuk bahwa model pembangunan tersebut tidak saja eksploitatif dan merusak ekosistem bumi serta mensyaratkan PLTN, tapi juga menghasilkan ketimpangan pendapatan dan kesenjangan spasial yang luas. Indonesia mencatat rasio Gini 0,42 pada 2013, terburuk dalam sejarah modernnya. Sementara itu, kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa menganga makin lebar. Dampak buruk obsesi pertumbuhan pada negara kepulauan terbukti lebih parah daripada negara benua seperti AS dan Tiongkok. Obsesi pertumbuhan tinggi menggeser economics of needs ke economics of wants. Begitu itu terjadi, semua cara dipakai untuk memenuhi keinginan yang tak mengenal batas tinggi energi tersebut. Prinsip halaalan thayyiban pasti diterabas dalam model ekonomi yang didorong oleh ekonomi keinginan.
Kemandirian ekonomi mensyaratkan kemerdekaan ekonomi yang dirasakan oleh semua warga masyarakat. Amartya Sen melihat pembangunan sebagai upaya pemerdekaan, development as freedom. Hanya sistem ekonomi zakatnonribawi yang memungkinkan kemerdekaan ekonomi itu. Transaksi-transaksi ekonomi terjadi tidak secara eksploitatif, namun berdasar pola-pola kesetaraan dan kemitraan, bagi hasil, dan bagi rugi. Pola syariah itu menguntungkan bagi semua warga masyarakat, tidak peduli apa pun agama dan kepercayaan mereka. Sejarah membuktikan bahwa kekhalifahan Islam bertahan hampir seribu tahun, sementara kekhalifahan AS belum berumur 200 tahun, tapi sudah terhuyung-huyung dilanda berbagai krisis keuangan serius.
Kemandirian ekonomi itu bisa dibangun melalui kedaulatan politik untuk membebaskan warga dari jebakan eksploitatif sistem ekonomi global dan arsitektur keuangannya yang kapitalistis. Itu semakin layak dilaksanakan jika Indonesia menggalang kerja sama multilateral dalam sebuah kekhalifahan alternatif yang memihak sistem ekonomi nonribawi yang berpihak pada sektor riil, mata uangnya berpatokan pada logam mulia, melarang pasar uang, apalagi pasar spekulatif.
Di tengah kasus korupsi dana haji oleh oknum Kementerian Agama, baiklah dikatakan bahwa selama bertahun-tahun haji berlangsung sekadar sebagai wisata spiritual tanpa memiliki manfaat politik-ekonomi yang bermakna. Hal itu, sebagian, disebabkan oleh kebijakan Kerajaan Arab Saudi yang menjadikan haji hanya sebagai ritual masal belaka. Itu tentu atas tekanan kekhalifahan AS. Praksis haji selama ini semakin jauh dari esensi haji yang sebenarnya, yang justru telah diambil alih oleh PBB. Sayang, PBB saat ini adalah alat negara-negara maju untuk mempertahankan dominasi mereka. Haji seharusnya adalah sebuah sidang majelis umat Islam dunia untuk membicarakan masalah dan tantangan yang mereka hadapi guna dirumuskan solusi bersamanya secara lintas negara bangsa.
Tugas utama khilafah adalah menegakkan syariah. Hanya dengan cara itu dicapai rahmatan lil 'alamin berupa keadilan dan kemakmuran bagi semua, tidak peduli agamanya. Keadilan mengandaikan kemajemukan dan keberagaman. Penghargaan pada kemajemukan itu dibangun di atas semangat saling kenal untuk kemudian saling berbuat baik, bukan saling mengeksploitasi. Pola interaksi yang setara dan saling menghormati, tidak untuk mendominasi, adalah jalan mempertahankan kekayaan kebudayaan lokal sebagai sebuah repertoire kepribadian bangsa. Islam tidak menghendaki penggantian kebudayaan dan kreativitas lokal, kecuali budaya yang mempertuhankan berhala serta menoleransi riba dan zina. Keluarga, bukan sekolah, adalah pilihan institusi untuk memupuk kecerdasan dan kepribadian masyarakat dengan semua keunikan lokalnya.
Menutup artikel ini, jika platform capres 2014 seharusnya ideologis, Islam memberikan banyak inspirasi ideologis yang menjawab tantangan kehidupan di abad ke-21 sebagai abad setelah kejayaan AS-Eropa-Kristen surut. Hanya Indonesia-Islam yang sanggup menandingi kebangkitan Tiongkok-Konfusius dan India-Hindu.
*) Kurator Kuliah Bung Karno untuk Kebangsaan dan Teknologi (dmrosyid@gmail.com)